Thursday, 13 April 2017

ULKUS PEPTIK

Definisi

Keadaan terputusnya kontinuitas mukosa yang meluas di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, submukosa sehingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna langsung berhubungan dengan cairan lambung asam / pepsin

Epidemiologi
  1. Insiden 0,1 – 0,3% tiap tahun
  2. Dapat terjadi pada semua kelompok usia
  3. Lebih sering pada laki-laki, meningkat pada usia lanjut (terutama usia 60 tahun)
  4. Tukak di duodenum 5x lebih sering daripada tukak lambung (60% di antrum, 25% di kurvatura minor)
  5. Tukak duodenum sering pada usia 30-55 tahun 
  6. Tukak lambung  sering pada usia 55-70 tahun
  7. Sering terjadi pada penderita yang merokok, pemakai rutin OAINS
  8. Di Indonesia tukak lambung > tukak duodenum 
Etiologi
  • Infeksi H. pylori
  • Penggunaan OAINS
  • Zollinger-Ellison syndrome

Gejala klinis 

Tukak lambung:
  •        Biasanya mengeluh dispepsia (nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman, muntah)
  •           Rasa sakit timbul setelah makan
  •       Rasa sakit di sebelah kiri
  •       Tukak karena OAINS atau pada usia lanjut biasanya asimtomatik 
Tukak duodenum:
  • Bisa asimtomatik
  •  Nyeri epigastrium
  • Nyeri episodik, ada periode eksaserbasi beberapa minggu & diikuti periode remisi beberapa minggu atau beberapa bulan
  •  Nyeri saat lapar, nyeri timbul 2-3 jam setelah makan & bisa bikin pasien bangun dari tidur di malam hari akibat nyeri (nocturnal pain)
  • Nyeri berkurang dengan makan atau antasida
  •  Waspada: nyeri menjalar ke punggung lalu penetrasi ke pankreas
  •  Nyeri menetap di seluruh perut lalu perforasi
  •  Kembung, mual, muntah beberapa jam setelah makan lalu gejala outlet gaster
  • Hematemesis & melena  perdarahan 



patofisiologi
Diagnosis:
o        Anamnesis

Tanyakan riawayat penggunaan OAINS, gejala utama dan gejala penyerta, bagaimana karakteristik dari nyeri nya (pada pasien dengan ulkus peptik nyerinya bersifat periodic yang memiliki periode eksaserbasi selama beberapa minggu dan diikuti periode remisi selama beberapa minggu sampai beberapa bulan. Pada pasien dengan tukak lambung mengalami nyeri di bagian kiri dengan nyeri yang timbul setelah makan. Pada pasien dengan tukak duodenum nyeri di bagian kanan, dan nyeri timbul saat lapar atau 2 – 3 jam setelah makan dan pada pasien ini lebih sering mengalami nocturnal pain
o        Pemeriksaan Fisik

Tidak memberikan gambaran yang spesifik mengenai ulkus peptik. Perhatikan dimana lokasi nyeri pada pasien
o        Pemeriksaan Penunjang

Ø  Anemia karena perdarahan
Ø      Leukositosis  perforasi / penetrasi tukak

Ø      Peningkatan serum amilase penetrasi ke pankreas

Ø      Pemeriksaan kadar gastrin serum  untuk Zollinger-Ellison Syndrome (ZES) 
o        Radiologi

Tidak bisa membedakan yang mana ulkus ganas atau jinak. Tidak dapat memberikan gambaran pada ulkus yang berukuran < 5mm.

o        Endoskopi

Dapat membedakan yang mana ulkus jinak dan ganas. Dapat melihat ulkus yang berukuran < 5mm. Dan bila daerah ulkus tertutup oleh darah dapat dibersihkan

terlebih dahulu dengan penyemprotan.

Biopsi

o        Uji H. Pylori  (rapid test urease)

Mengambil biopsi sekaligus saat proses endoskopi kemudiaan diletakkan di media yang berisi urea dan diberikan alat ukur pH. Bila terdapat H. pylori, maka akan terjadi perubahan pH media menjadi basa dan perubahan warna akibat pengeluaran urease oleh bakteri tersebut. 
Penatalaksanaan

  1. Diet (makanan lunak, hindari makanan asam, pedas, kopi, alkohol)
  2. Hindari obat OAINS
  3. Anti skretorik (Ranitidin, Cimetidin)
  4. Proton pump inhibitor (Omeprazol, Rebeprazol)
  5. Mukosa protektor (bismuth)
  6. Penetral asam lambung (antasid)
  7. Jika penyebabnya H.Pylori (kombinasi 2 antibiotik dengan proton pump inhibitor atau bismuth

Saturday, 27 December 2014

Hidrokel


          Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada didalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.

Etiologi
          Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena: 
  1. belum sempurnanya penutupan prosesu vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis atau
  2. belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.
          Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan padatestis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis atau epididimis.


Gambaran Klinis
          pasien mengeluh adanya benjolan di skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukan adanya transluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis di bedakan beberapa macam hidrokel yaitu:
  1. hidrokel testis: kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tidak dapat diraba. Pada anamnesa, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.
  2. hidrokel funikulus: kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.
  3. hidrokel komunikan: terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingg prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dapat dimasukan kedalam rongga abdomen.

 Terapi
          Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahundengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu di fikirkan untuk dilakukan koreksi.
          Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adlah dengan aspirasi dan operasi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel :
  1. hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
  2. indikasi kosmetik
  3. hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
          Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal , karena seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrikel sekaligus melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau aplikasi kantong hindrokel sesau cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.


Komplikasi
          jika dibiarkan hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis.

Torsio Testis


          Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).

Anatomi
          Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. pada permukaan anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseral yang langsung menempel ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietal yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum.
          Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir (terlilit) pada sumbu funikulus spermatikus. terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.
          Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididmis dengan mudahnya bergerak dikantung tunika vaginalis dan menggantung pada fenikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bell-clapper, keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.

Patogenesis
          Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain perubahan suhu yang mendadak (saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, trauma yang mengenai skrotum.
          Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.


Gambaran Klinis dan Diagnosis
          Pasien mengeluh nyeri hebat didaerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis, nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut sebelah kanan bawah. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kolateralnya. Torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus.
          Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukan adanya leukosit dalam urin dan pemeriksaan darah tidak menunjukan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami peradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adlah dengna memakai: stetoskop doppler, ultrasonografi doppler, dan sintigrafi testis yang semuanya bertujuan menilai aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan aliran darah ke testis sedangkan peradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

Diagnosis Banding
  1. epididimitis akut
  2. hernia skrotalis inkarserata
  3. hidroker terinfeksi
  4. tumor testis
  5. edema skrotum
Terapi
Detorsi manual
          Detorsi manual adlah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis kearah berlawanan  dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis kearah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi kearah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.
Operasi
          Tindakan operasi dimaksudkan untuk mengmbalikan posisi testis pada arah yang  benar dan setelah itu dilakukan penilaian viabilitas testis yang mengalami torsio, munkin masih viable(hidup) atau sudah nekrosis. Jika testis hidup dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
          Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah menglami nekrosis jika dibiarkan dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.

Hipospadias


          Hipospadias adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah proksimal ujung penis. Letak meatus uretra bisa terletak pada glandular hingga perineal. angka kejadian hipospadia adalah 3,2 dari 1000 kelahiran hidup.
          pada hipospadia tidak didapatkan preputium ventral sehingga preputium dorsal menjadi berlebihan (dosal hood) dan sering disertai dengan korde (penis angulasi ke ventral). kadang-kadang didapatkan stenosis meatus uretra dan anomali bawaan berupa testis maldensus atau hernia inguinalis, kejadian seluruh hipospadia yang bersamaan dengan kriporkismus adalah 9%, tetapi pada hipospadia posterior sebesar 32%.



Klasifikasi
          Berdasarkan letak muara uretra setelah dilakukan koreksi korde, yaitu:(1) hipospadia anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal,dan penis distal. (2) hipospadia medius terdiri atas midshaft, dan penis proksimal. (3) hipospadia superior terdiri atas parineal.

Tindakan
          Tujuan operasi hipospadia adalah: (1) kosmetik penis sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual normal (ereksi lurus dan pencaran ejakulasi kuat). (2)penis dapat tumbuh dengna normal.
          Tahapan rekonstruksi adalah: koreksi korde (ortoplasti), membuat neouretra dari kulit penis (uretroplasti), dan membuat glans. Reparasi hipospadia dianjurkan pada usia prasekolah agar tidak mengganggu kegiatan belajar pada saat operasi. perlu diingat bahwa seringkali rekonstruksi membutuhkan lebih dari sekali operasi, koreksi ulang jika terjadi komplikasi. Pada hipospadia posterior dengna disertai maldesensus dianjurkan untuk melakukan uretroskopi praoperatif guna melihat kemungkinan adanya pembesaran utrikulus prostatikus yang mungkin terdapat keraguan jenis kelamin (sexual ambiquity). Penyulit yang dapat terjadi setelah operasi hipospadia adalah fistula uretrokutan, stensis meatus uretra, striktur uretra, korde yang belum sepenuhnya terkoreksi, dan timbul divertikel uretra.

Parafimosis


          Parafimosis adalah  preputium penis yang diretraksi sampai di sulkus koronarius tidak dapat di kembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada penis di belakang sulkus koronarius. Menarik (retraksi) preputium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat bersanggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. jika preputium tidak secepatnya dikembalikan ke tempat semula, menyababkan gangguan aliran balik vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. hal ini menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. jika dibiarkan bagian penis di sebelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis.


Tindakan
          Preputium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengna teknik memijat glans penis selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahan-lahan preputium dikembalikan pada tempatnya. jika usaha ini tidak berhasil, dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga preputium dapat di kembalikan pada tempatnya. setelah edema dan proses inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi.

Fimosis


          Fimosis adalah preputium penis yang tidak dapat di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir, karena terdapat adesi alamiah antara preputium dengan glans penis.

          Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel preputium (smegma) mengumpul di dalam preputium dan perlahan-lahan memisahkan preputium dari glans penis. Ereksi yang terjadi secara berkala membuat preputium terdilatasi perlahan-lahan sehingga preputium menjadi retraktil dan dapat di tarik ke proksimal. pada saat usia 3 tahun, 90% preputium sudah dapat di retraksi

Gambaran Klinis
          Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing, pancaran urin mengecil, menggelembungnya ujung preputium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi urin. higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada preputium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis), atau infeksi pada preputium dan glans penis (balanopostitis).
          Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus preputium penis. smegma terjadi dari sel-sel mukosa preputium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada di dalamnya.

Tindakan
          Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi secara paksa pada fimosis, karena menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung preputium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang di sertai balanitis xerotika obliterans dapat di coba diberikan salep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali. diharapkan setelah pemberian 6 minggu, preputium dapat diretraksi spontan.
          Pada fimosis yang menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung preputium pada saat miksi, atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika dahulu sebelum sirkumsisi.

Friday, 26 September 2014

REFLUX GASTRO-ESOFAGEAL (RGE)

adalah suatu keadaan dimana isi dari lambung kembali ke saaluran esofagus.

Epidemiologi:
Data prevalensi RGE di Eropa berkisar 5-27%, sedangkan prevalensi keluhan adanya heartburn dan regurgitasi asam dilaporkan antara 42-45%. berbeda dengan Asia dimana dilaporkan prevalensi RGE dan komplikasinya relatif lebih rendah. Di indonesia belum ada data epidemiologi yang lengkap mengenai RGE.

Faktor resiko:
  1. Obesitas
  2. Hernia hiatal
  3. Hamil
  4. Merokok
  5. Mulut yang kering
  6. Asma
  7. Diabetes
  8. Pengosongan lambung yang lama
  9. Inflamasi esofagus
  10. Skleroderma
Gejala Klinis:
  1. Rasa terbakar di dada
  2. Nyeri dada
  3. Rasa mual dan muntah degna mulut masam ( regurgitasi)
  4. Susah menelan
  5. Suara serak
  6. Sensasi nyangkut di esofagus
Sebagai penyebab dari keluhan tersebut akibat gangguan motilitas di esofagus dan di lambung, akibat meningkatnya asam lambung. Gangguan motilitas di esofagus yang sering terjadi yaitu tonus sfingter esofagus bagian distal menurun. Sedangkan gangguan motilitas di lambung terutama berkurangnya peristaltik terutama di antrum dan di pilorus yang menurun sehingga waktu pengosongan lambung menurun.

Berkurangnya tonus sfingter esofagus bagian distal, maka peristaltik di kardia akan terganggu atau akan lambat membukanya, sehingga makanan atau minuman dirasa lambat turunnya, bahkan dapat menyebabkan timbulnya reflux

Patogenesis
terdapat 4 faktor untuk terjadinya reflux:
  1. Anti-Reflux Barrier: Sfingter esofagus bagian distal (SED/ LES) terbukti memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya RGE. tekana LES yang lebih kecil dai 6mmHg (LES hipotonik) hampir selalu disertai RGE. faktor yang mempengaruhi tekanan LES
  2. Isi lambung dan Pengosongannya: RGE lebih sering terjadi sewaktu habis makan dari pada keadaan puasa, karena isi lambung merupakan penetu terjadinya reflux. Lebih banyak isi lambung lebih sering terjadinya reflux, pengosongan lambung yang lamban akan menambah kemungkinan reflux.
  3.  Daya perusak bahan reflux: Asam pepsin dan munkin juga asam empedu/lysolecithin yang ada dalam bahan reflux mempunyai daya perusak terhadap mukosa esofagus.
  4. Proses pembersihan esofagus: Bahan reflux dialirkan kembali ke ujung lambung oleh kontraksi peristaltik esofagus dan pengaruh gaya gravitasi. Proses pembersihan esofagus dari asam berlangsung selama 2 tahap. Mula-mula peristaltik esofagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi esofagus, kemudian air liur yang di bentuk sebanyak 0,5 ml/menit menetralkan asam yang masih tersisa
diagram patofisiologi RGE


Diagnosis:
  1. Radiologi: diberikan kontras media barium, lalu diamati secara fluoroskopi jalanya barium dalam esofagus, perlu diperhatikan peristaltik terutama di bagian distal (SED/LES). bila di temukan reflux barium dari lambung kembali ke esofagus maka dapat dinyatakan adanya RGE.
  2. Endoskopi: Untuk menetukan ada tidaknya kelainan esofagus
  3. Pengukuran pH: pengukuran pH dari esofagus bagian bawah  dapat memastikan adatidaknya RGE, pH di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas sfingter bagian distal dianggap RGE.
  4. Tekanan esofagus ( manometrik): menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intraesofagus dan tekanan manometrik esofagus.
  5. Tes gastro-esofageal scintigraphy: tes ini menggunalan bahan radio isotop untuk penilaian pengososngan esofagus dan sifatnya non invasif.
Terapi:
a. Konservatif
  1. Setelah makan jangan cepat berbaring
  2. Hindari mengangkat barang berat
  3. Hindari pakaian yang ketat, terutama daerah pinggang
  4. Penderita yang gemuk, perlu turunkan berat badan
  5. Tidur dengan lambung tidak terisi penuh
  6. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
  7. Hindari makan yang berlemak
  8. Hentikan minum kopi, rokok, alkohol, coklat, dan makanan yang mengandung remaph
  9. Jangan menggunakan obat yang menurunkan tekanan sfingter esofagus
b. Medikamentosa
  1. Obat Prokinetik: Obat prokinetik  mempunyai sifat memperbaiki motilitas  dan mempercepat peristaltik saluran makanan, dismaping meniggikan tekanan SED
  • Betanechol: menigkatkan tonus SED dan kontraksi lambung
  • metoclopramid: merupakan senyawa golongan benzamid, mekanisme keja di saluran cerna yaitu 1. potensiasi efek koinergik 2. efek langsung pada otot polos 3. penghambat dopamin
  • domperidon: adalah derivat benzimidazol dan merupakan antagonis dopamin perifer yang merangsang motilitas saluran makan serta mempunyai khasiat anti muntah
  • cisapride: derivat benzidamid dan tergolong obat baru yang mempunyai khasiat memperbaiki gangguan motilitas seluruh saluran makan, karena cisapride akan menigkatkan tonus SED, peristaltik esofagus, dan pengosongan esofagus. Di samping akan meningkatkan peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat pengosongan lambung.
     2. Obat anti- sekretorik(H2RA): menurunkan sekresi asam lambung ( simetidin, ranitidin) 
     3. Obat antasida: menghilangkan nyeri dan menetrlisir asam lambung
     4. Proton pump inhibitor (PPI): menghambaat sekresi asam lambung dengan cara menghambat                enzim adenosin trifosfatase hidrogen kalium dari sel parietal lambung ( omeprazol, lansoprazol)

c. Pembedahan

komplikasi:
  1. striktur: terjadinya penyempitan akibat proses fibrosis, terutama bila inflamasi mencapai lebih dalam dari lapisan mukosa
  2. Perdarahan: dapat terjadi bila ulserasi bersifat dalam sampai muskularis
  3. Barret's esofagus: dapat terjadi perubahan sel di saluran esofagus yang dapat menyebabkan terjadinya kanker
video animasi RGE:


catatan: LES = Low Esophagus Sfingter
             SED = Sfingter Esofagus Distal
             TRLES = transient relaxation low esophagus sfingter